Prabowo Menolak Refleksi Diri di Depan Cermin

Padang, DKTV– Hal menarik terjadi ketika Bakal calon presiden Indonesia (Bacapres), Prabowo Subianto, menolak arahan Najwa Shihab untuk memaparkan refleksi diri atau tapak tilas di depan sebuah cermin besar yang diletakkan di atas podium.

Dalam kesempatan itu, Najwa juga meminta ketiga bacapres untuk melakukan refleksi diri di depan cermin. Namun Prabowo tidak bersikap seperti dua bacapres lain, yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Pasalnya Prabowo terlihat tidak betah berdiri di depan cermin, ia lebih memilih memaparkan refleksi versi dirinya dengan cerita kisah hidup bikin para penonton yang hadir merinding.

“Saya ingin Anda berefleksi Pak Prabowo atas segala hal yang sudah Bapak lalui selama ini. Bapak, jangan kemana-mana, Bapak, refleksinya di depan cermin, Bapak,” ujar Najwa dikutip dari kanal YouTube Najwa Shihab Bacapres Bicara Gagasan.

Lanjutnya, wartawan senior yang menjadi host saat itu mengulang kembali perkataannya untuk meminta refleksi di depan cermin, namun Prabowo memotong pembicaraan tersebut dan mengatakan, sudah berkaca dan ingin menyampaikan cerita.

Hal tersebut sontak menyita perhatian Warga internet (Warganet), dilihat dari unggah postingan akun Tik tok @MadeInWakatobi.

“Saya meminta bapak untuk berkaca” Pak Prabowo langsung nunjuk muka mba najwa dan bilang “saya sudah berkaca”, tegas gak mau diatur. Doa terbaik untuk pak Prabowo,” tulis salah satu komentar teratas Warganet.

“karena refleksi Prabowo adalah masyarakat Indonesia, respect!” tulis komentar Warganet lain.

Sebelum Saya Meninggal Saya ingin..

Adapun penyampaian refleksi bikin merinding oleh mantan Danjen Kopassus:
Saya ingat adik-adik. Saya lahir tahun 1951, kita baru satu tahun merdeka. Proklamasi tahun 1945, tapi penyerahan kedaulatan baru tahun 1950.

Karena pada 1949 kita harus perang, penjajah enggak mau pergi kita harus perang. Waktu itu saya umur 22 -24. Saya perwira di tentara, saya bawa anak buah saya berenang di kolam renang Manggarai.

Waktu berenang, saya lihat ada dinding dari marmer tapi tertutup oleh lumut. Saya suruh bersihkan lumut dan saya baca di situ ada tulisan ‘Honden en Inlander Verbodeen’.

Ya, artinya, anjing dan pribumi dilarang masuk kolam renang. Saya baca itu tahun 1975. Jadi, dulu kita dijajah, dibantai, diperbudak, dimiskinkan, dan dianggap lebih rendah dari anjing.

Anda minta saya refleksi, saya pernah hidup di tengah orang Eropa. Saya ingat, waktu itu saya satu-satunya murid yang bukan kulit putih, tiap hari saya diejek guru.

Setiap hari dibilang bangsa monyet, ini itu, ‘Prabowo your people live on trees’. Saya alami, saya sekolah di beberapa negara selalu mereka bilang begitu, rakyatmu tinggal di pohon, saya mengalami.

Jadi kalau anda minta saya refleksi, saya ingin melihat Indonesia menjadi negara bermartabat, terhormat sebelum meninggal. Saya ingin lihat tidak ada kemiskinan di republik Indonesia.

Saya ingin lihat anak-anak Indonesia kuat, gembira, senyum dan orang tuanya gembira. Itu yang mendorong saya.

Kalau Anda merefleksi saya, saya tidak mau bangsa saya dihina terus. Saya ingin bangsa saya terhormat berdikari.

Saya ingin melihat adik-adik saya semua nanti pake mobil, naik motor, pakai jam, pakai sabun, pakai parfum, dan pakai sepatu buatan Indonesia. Itu yang saya cita-citakan, terima kasih. (Bib)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *