Mengenal Hoyak Tabuik, Upacara Adat Masyarakat Pariaman Tiap Bulan Muharram

PARIAMAN (DKTV)

Indonesia memiliki sangat banyak keberagaman antar daerah dimulai dari suku, budaya, bahasa, kebudayaan, pariwisata sampai dengan kesenian. Salah satu budaya yang sangat kental dengan adat adalah upacara Hoyak Tabuik yang berasal dari Kota Pariaman, Sumatera Barat (SUMBAR).

Hoyak Tabuik adalah dua kata yang berasal dari bahasa minang dan bahasa arab. Kata “hoyak” adalah bahasa asli masyarakat Minang yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia memiliki makna “menggoyangkan”. Sedangkan “tabuik” diambil dari bahasa Arab “tabut” yang secara harfiah memiliki arti “peti kayu”.

Nama tersebut mengacu pada legenda yang menceritakan bahwa setelah wafatnya cucu Nabi, kotak kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh Buraq. Berdasarkan legenda inilah, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan dari Buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya.

Dilansir dari ayoindonesia.com, Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman.

Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.

Dilansir dari kabarsumbar.com, Rangkaian tradisi Tabuik di Pariaman terdiri dari tujuh tahapan ritual, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, maantam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.

Prosesi mengambil tanah dilaksanakan pada 1 Muharram. Menebang batang pisang dilaksanakan pada hari ke-5 Muharram. Mataam pada hari ke-7, dilanjutkan dengan mangarak jari-jari pada malam harinya. Pada keesokan harinya dilangsungkan ritual mangarak sorban.

Pada hari puncak, dilakukan ritual tabuik naik pangkek, kemudian dilanjutkan dengan hoyak tabuik. Hari puncak ini dahulu jatuh pada tanggal 10 Muharram, tetapi saat ini setiap tahunnya berubah antara 10-15 Muharram, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan.

Sebagai ritual penutup, menjelang maghrib tabuik diarak menuju pantai sampai akhirnya dibuang. Setiap tahunnya puncak acara tabuik selalu disaksikan puluhan ribu pengunjung yang datang dari berbagai pelosok Sumatera Barat.

Sekarang Tabuik tidak hanya menjadi aset wisata Kota Pariaman atau Provinsi Sumatera Barat, tetapi juga aset wisata nasional yang harus dikembangkan dan diperkenalkan ke masyarakat mancanegera.

Wartawan : Aditya Reza

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *