Orang Asing

Oleh: Afifah (Mahasiswi UIN Imam Bonjol Padang)

Perjalananku baru dimulai pada 3 bulan yang lalu, tepatnya 13 Agustus 2022, hari di mana aku dituntut untuk melakukan semua hal sendiri, benar-benar tanpa bantuan dari ayah dan ibu. Awalnya ku pikir akan mudah saja, karena yang benar-benar ada dalam otakku pada saat itu hanya bangun pagi, persiapan menuju kampus, melakukan kegiatan kampus, makan, istirahat. Tapi ternyata kenyataannya benar-benar berbeda, jangankan untuk melakukan aktivitas di hari pertama kuliah, sehari menjadi anak kos saja sudah ingin pulang rasanya.

Entahlah, apa karna aku sudah terbiasa melakukan semua hal dengan bantuan orang tua, atau memang begini rasanya menjadi anak kos baru. Dituntut untuk melakukan semuanya sendiri, kupikir tidak akan sesulit yang dibayangkan, tapi ternyata pada hari pertama aku ditinggal ayah dan ibu, kelaparan beberapa jam saja sudah membuat ingin mati rasanya, padahal waktu di rumah sering lupa untuk makan.

Saat itu ingin rasanya minta dijemput kembali, tapi sangat tidak mungkin rasanya, hingga pada malam harinya aku mencoba memberanikan diri untuk keluar dari kamar kos yang sudah hening dari gelak tawa teman-teman kamar sebelah. Sedikit takut dan canggung keluar sendirian, tapi tidak mungkin rasanya menahan lapar lagi.

Setiap hari ibu dan ayah selalu menelepon memastikan aku baik-baik saja selama di sini, karena keadaanku sebelum berangkat ke Padang sangat tidak memungkinkan untuk ditinggal sendirian. Dan benar saja sakitku selama di Padang bisa dibilang sakit paling lama semenjak aku kecil hingga sekarang. Belum lagi pada waktu itu perubahan cuaca yang tidak menentu.

Hingga akhirnya aku mampu menjalani hari-hari dengan terlihat baik-baik saja, dan ibu sudah jarang menelpon, ternyata perjalanan menjadi mahasiswa tidak semudah yang kubayangkan, entah kenapa aku yang biasanya selalu ceria dan mudah bergaul dengan lingkungan, berubah menjadi anak yang hanya banyak diam. Awalnya kukira mungkin karena berada di lingkungan baru, tetapi ternyata sifat itu tetap berlangsung hingga hari ini.

Berat rasanya menahan semua masalah sendiri, aku benar-benar tidak ingin menceritakannya pada siapapun, karena yang kutemukan di sini adalah orang-orang baru dengan latar yang berbeda, dan sulit bagiku untuk memulai sebuah cerita dengan orang yang baru kukenal.

Hingga pada akhirnya, aku bertemu dengan seseorang yang benar-benar bisa membuatku menangis lepas di depannya. Awalnya aku merasa canggung dengan pertemuan itu, karena kami hanya duduk berdua, dan saling berhadapan. Aku tidak tahu akan menceritakan apa setelah kami saling mengenalkan diri. Sebenarnya itu bukan pertemuan pertama kami, tapi itu kali pertama kami duduk berdua Dan saling berhadapan. Aku semakin canggung dengan posisi duduk seperti itu.

Lama kami saling diam, hingga akhirnya dia memulai cerita, sebut saja namanya Dwi, aku memanggilnya Kak Dwi. Setelah mendengarkan dia bercerita dan berbagi pengalaman, kami kembali terdiam, karena pada saat itu aku hanya merespon singkat dan hanya banyak mengangguk. Hingga akhirnya Kak Dwi tersenyum sambil menatapku yang sudah siap untuk menumpahkan air mata didepannya.

Dan benar saja, Aku mengeluarkan semua keluh kesah yang telah aku tahan sendiri selama ini. Sambil terisak aku terus berusaha melanjutkan cerita ku, dan Kak Dwi hanya diam hingga aku selesai dengan ceritaku, sesekali aku memalingkan wajah untuk mengusap air mata yang sudah membasahi pipiku.

Pertemuan kami bisa dibilang sangat singkat, tapi entah kenapa aku bisa menumpahkan semua keluhanku pada Kak Dwi, pada saat bercerita sebenarnya aku masih belum menaruh rasa percaya padanya karena dia adalah orang yang benar-benar baru kutemui pada saat itu, tapi aku juga tidak mampu rasanya untuk menahan semua masalah yang ku pendam sendiri selama ini.

Setelah kami berbincang-bincang di waktu yang bisa dibilang cukup singkat itu, akhirnya kami kembali melakukan aktivitas masing-masing, dan setelah bercerita dengannya dadaku terasa sedikit lapang, tetapi selain dadaku yang terasa lapang, aku juga merasa khawatir karena sudah bercerita banyak padanya, bahkan permasalahan yang benar-benar sudah ku tahan semenjak sebelum aku berangkat ke Padang. Takut saja jika nantinya dia menceritakan lagi pada orang lain, tapi kembali ku yakinkan diri bahwa itu tidak akan terjadi.

Sayangnya pertemuan kami di 11 Oktober 2022 itu ku anggap menjadi awal dan akhir dari keterbukaan antara Aku dan Kak Dwi, bukan karena aku tak ingin bercerita lagi, tapi pertemuan kami pada hari selanjutnya semua sudah seperti pertama bertemu, seperti orang yang hanya mengenal nama satu sama lain. Namun ada satu kalimatnya yang masih kuingat sampai hari ini, “Ingin mati hari ini atau hidup untuk mati”, mungkin terdengar hanya seperti kalimat sederhana yang diucapkan untuk menguatkan seseorang yang sudah putus asa, tapi bagiku itu satu kalimat yang cukup memukul ku untuk kembali ingat tujuan awalku ke Padang.

Padang, 11 November 2022

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *