Sajak-sajak kopi

Peladang Kopi

Tiga peladang duduk di kedai kopi
memandang horizon yang diarsir tali hujan
Halus dan tipis -tipis.

Di antara mereka berkata dengan nada malas;
betapa semaknya ladang kita!

Seseorang lainnya menimpali;
mungkin kita harus memilih apakah mesti
menyiangi ladang dengan telaten,
atau membakarnya di musim kering.

Satunya lagi menggeser duduk;
Baiklah, apa kau punya sisa bara
perapian semalam?

Lelaki pertama menjawab;
Hmm, saya tak yakin.
Tapi kita masih memelihara titik-titik api

Di mana?
di mataku! di matamu!
sejak zaman van heutzs

Aceh-2019

Pengolah Kopi

Mari menyambut tamu
Seraya mengolah biji kopi
hingga terseduh jadi minuman

sejamang jelang terhidang
tak ada waktu untukmu
bercerita hal buruk
di depan tuan rumah.

Kamu yang modern lagi bahagia
Yang hidup di dunia serba tergesa
Akan sulit menerima kami
Yang hidup dikandung tradisi

dari pagi ke petang
dari petang ke paginya lagi

2019

Kopi Reformasi

Jika semua tertidur pulas
Siapa pula yang mesti terjaga
Memastikan revolusi esok hari

Jika semua berbuat culas
Siapa pula penjaga gula
Pemanis kopi esok pagi

Kau yang berjuang untuk negeri
Mesti pandai membaca tanda
Pandai menerka raut muka
Dari gerak bibir di tepi cawan

Begitulah adatnya

Bukan beruang-beruang saja
Dahan habis dimakan api
Bukan berjuang-berjuang saja
Tapi ada yang hendak dicari

24 Agustus 1999

Peradaban Kopi

Pagi-pagi sekali
bapak itu sudah komat kamit
sedang memoderasi pikiran
Memastikan saluran pesan
dari otak menuju mulut,
dari hati menuju lisan
Terkendali, aman!

lalu ia memesan secangkir kopi
katanya, minum kopi adalah cara praktis
untuk mengurangi pembicaraan
tentang hal-hal yang tak perlu.

Ia berkata;
Coba anda bayangkan,
serupa apa penampakan
orang yang marah-marah
sementara mulutnya
mengunyah bakwan
lalu menyeruput kopi panas
yang baru terhidang

Lapau Uniang-2019

~Muhammad Nasir (Kajur KPI UIN IB Padang)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *