Pers seakan bekerja sendiri tanpa dukungan, meskipun begitu bukan berarti tidak ada dukungan sama sekali dari institusi negara, media, maupun swasta. Dukungan itu masih ada, meskipun belum sistematis.
Demikian penyampaian Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam acara Deklarasi Kemerdekaan Pers di Hall Dewan Pers, Jakarta Pusat pada Sabtu, (10/02/2024).
Lanjutnya, deklarasi ini dilaksanakan guna melihat komitmen mengenai pers kedepannya. Saat ini Indonesia memasuki 26 tahun pasca reformasi, yang merupakan kehadiran negara sebagai bentuk demokratis. Buah jaminan dari reformasi ialah UUD 40 tahun 99 tentang pers.
“Reformasi merupakan tonggak bagi negara Indonesia untuk hadir sebagai negara demokratis, sebagaimana diketahui salah satu buah reformasi adalah jaminan kemerdekaan pers melalui pembentukan UUD 40 tahun 99 tentang pers,” ucap Ninik dihadapan para hadirin.
UUD Pers merupakan simbol reformasi bagi bangsa Indonesia termasuk bagi kehidupan pers. Berawal dalam cengkraman penguasa lalu disambut gegap gempita sebagai era kemerdekaan pers, yang merupakan bentuk dari hak asasi manusia dengan menandai tegaknya demokrasi.
Maka dari itu, perlunya komitmen negara untuk menegakkan demokrasi. Tidak terlepas dari komitmen untuk merawat kemerdekaan pers. Bergerak dengan bebas tanpa ada campur tangan.
“Demokrasi akan tegak apabila pers dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan bebas, serta terhindar dari campur tangan pihak manapun. Sebaliknya, merupakan penanda goyahnya demokrasi apabila pers menjadi terbelenggu, terintimidasi dan kehilangan independensi,” sambungnya.
Lanjutnya, era reformasi merupakan titik balik yang menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh negara. Sebelum pada masa era orde baru kehidupan pers Indonesia nyaris penuh represi. Pembredalan menjadi sarana yang ampuh untuk membungkam hak konstitusional warna negara oleh penguasa dalam mencari, memperoleh dan menyampaikan info.
Pers menjadi tidak independen karena posisinya tunduk pada pemerintah. Era reformasi adalah simbol kekuatan rakyat yang menghendaki dalam mewujudkan esensi demokrasi di negara Indonesia. Esensi sebagai bentuk agar negara dapat menjamin hak fundamental negara. Walaupun sistem demokrasi cenderung sering dikesampingkan.
UUD pers seharusnya dapat memberikan payung hukum perlindungan bagi pers. Namun dukungan penegakan UUD belum terlaksana dengan signifikan. Oleh karena itu, masih saja terjadi kekerasan terhadap wartawan, termasuk kekerasan berbasis digital dan tidak terkecuali yang menyasar pada wartawan perempuan.
Kekerasan terhadap pers dapat berupa perusakan alat kerja atau berupa serangan cyber terhadap pers berbasis digital, yang dalam kenyataannya membuat pers harus menyediakan pelindung sistem digital yang nominalnya sungguh menguras air mata.
Ninik juga menyampaikan, tercatat adanya hubungan kerja dalam lingkungan perusahaan pers yang bersifat diskriminatif, membuat wartawan kehilangan independensinya.
Keadaan seperti ini menunjukan pada Indonesia bahwa, secara sistemik belum tersedia dukungan yang memadai bagi pers dalam menjalani perannya sebagai media informasi, hiburan dan edukasi. Tidak hanya itu, iklan terkadang ikut mempengaruhi independensi pers walaupun tidak secara langsung.
Kemerdekaan pers tidak semata hanya suatu statis dalam menghadapi dinamika, sekaligus tantangan dalam lingkungan pers maupun berbagai anasir diluarnya. Dengan berkembangnya teknologi dan media dapat memberi ruang yang luas bagi tumbuh hoaks, misinformasi, disinformasi maupun malinformasi.
Perihal ini menjadi tantangan bagi pers untuk hadir dalam menjernihkan dan satu-satunya rujukan informasi. Disamping itu, perkembangan platform digital menjadi medium raksasa yang mengambil alih distribusi informasi. Dimana porsi periklanan diserap oleh platform tanpa disertai sharing revenue yang memadai dan adil bagi pers.
“Oleh karena itu, tepat satu minggu merupakan waktu dimana rakyat indonesia menggunakan hak konstitusionalnya, untuk menentukan pergantian kepemimpinan nasional melalui pemilu 2024,” katanya dihadapan Capres Anies Rasyid Baswedan
Sebagaimana berlangsung setiap 5 tahun pasca reformasi dan inilah momentum aktualisasi kedaulatan rakyat, dalam menentukan siapa yang memegang kekuasaan legislatif dan eksekutif sebagai pemegang kekuasaan negara yang sah berdasarkan konstitusi.
“Para pasangan Capres dan Cawapres yang berkontestasi dalam pemilu ini siapapun kelak yang terpilih merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan yang akan bertanggung jawab menentukan wajah demokrasi Indonesia kedepan,” sambungnya.
Maka perlu melihat dukungan dari setiap pasangan calon untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi kemerdekaan pers. Tentunya hal ini menjadi sangat rusial agar pers tetap mampu menjalani perannya dalam menjadi pencerah dan penggugah kesadaran publik, untuk menjadi bangsa yang dewasa dalam berdemokrasi.
Harapan kepimpinan selanjutnya dapat memberi dukungan yang sistemik bagi pers untuk turut mendongkrak demokrasi, dan untuk tetap tumbuh bekerja independen.
“Hapuskan kekerasan dan kriminalisasi terhadap pers, wujudkan negara indonesia yang demokrasi,” harapnya.
Wartawan: Pricilia mutiarani (Mg), Dian Sayyidah Khairani (Mg) dan Irvan Mufadhdhal Zulis