Gempa Menimpa Turki, Begini Tanggapan Sejarawan dan Arkeologi

PADANG (DKTV)

Gempa bumi magnitudo yang mengguncang dibeberapa bagian Turki, salah satunya gempa bumi Turki di bagian selatan yang berkekuatan 7,8 diperkirakan hampir 500 orang menjadi korban jiwa,
akibat tertimpa reruntuhan gedung.

Dilansir dari CNBC Indonesia,
Korban tewas tak hanya di Turki melainkan negara lain yang bertetangga dan merasakan gempa dan salah satunya Suriah, dan juga gempa mengakibatkan runtuhnya beberapa bangunan bersejarah.

Juga dikutip dari CNN Indonesia salah satu tempat bersejarah yang runtuh ialah Kastil Gaziantep yang berusia berabad-abad di Turki, rusak parah setelah gempa bumi dan juga dilansir dari Akurat co, media lokal melaporkan bahwa dinding Masjid Sirvani yang bersejarah, yang berada di samping kastil, juga runtuh sebagian.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Jurusan (Kajur) Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, sekaligus pakar Sejarawan kawasan Islam, Muhammad Nasir menyampaikan duka yang sedalam-dalamnya atas gempa bumi di Turki yang sudah menghancurkan beberapa peninggalan peradaban besar dunia, sejak jaman Yunani kuno sampai zaman Islam.

“Kemudian Simpati kita juga terhadap para korban yang ikut tertimpa, terdampak gempa tersebut,” ujar Muhammad Nasir.

Lanjutnya, gempa adalah salah satu peristiwa yang sering menghancurkan atau mengubah peradaban dunia, seperti yang dikatakan Ibnu Khaldun Bencana alam seperti banjir besar, gempa, kebakaran itu termasuk salah satu instrumen pengubah peradaban, termasuk yang terjadi di Turki.

Tambahnya, Turki sebagai wilayah yang memang rawan gempa, sekarang di wilayah Anatolia Turki juga terjadi bahkan disana ada beberapa peninggalan peradaban dunia sejak jaman Romawi kuno.

“Misalnya sebuah kuil besar yang dibangun sebelum Masehi, kemudian ada lagi bangunan yang di bangun pada masa ke Khalifah an Turki Usmani, artinya ini sebuah tanda-tanda bagi kita bahwa peradaban kemudian kebudayaan itu tidak abadi ia akan selalu berubah, maka perubahan itu harus di antisipasi,” ucap Muhammad Nasir.

Sambungnya, Gempa hanyalah sebuah pesan bahwa tidak bisa hanya mengandalkan fisik bangunan sebagai penanda ingatan, tetapi harus menjadikan mencatat semua peristiwa tersebut sebagai bagian dari memori kolektif.

“Turki punya peradaban besar, mereka punya cara sendiri untuk bangun peradabannya sehingga terkenal disaat sekarang ini, dan setelah gempa terjadi semuanya hancur, kita harus berpikir bangunan-bangunan seperti apa yang harus kita bangun di Wilayah rawan gempa seperti yang terjadi di Turki,” ungkap Kajur KPI tersebut.

Sementara itu, Dosen Arkeologi UIN Imam Bonjol Padang, Sudarman mengatakan, sebagai sejarawan dan arkeolog sangat berduka karena banyak korban dan bangunan bersejarah juga runtuh karena bangunan ini, menyimpan sejarah yang merekam peristiwa yang terjadi di sekitar Masjid.

Lanjutnya, ia meragukan umur bangunan mesjid itu sampai tiga setengah abad, karena pada tahun 1828 telah terjadi gempa bumi berkekuatan 7,4 yang hampir meluluh lantahkan seluruh bangunan yang ada di kota itu.

“Memang bangunan ini sangat rapuh dan tidak memiliki kontruksi yang kokoh tidak hanya mesjid, bangunan-bangunan di kota ini juga tidak dibangun dengan kuat, karena diperkirakan gempa itu tidak akan terjadi lagi di wilayah ini,” ujar Dosen Arkeologi.

Tambahnya, Untuk bangunan itu bisa direstorasi kembali dengan mengacu kepada foto atau gambar bangunan yang lama.

“Walaupun kita ketahui nantinya bahan bangunannya akan berbeda, dalam arkeologi itu tidak masalah Karena yang penting itu adalah sejarahnya karena dia menyimpan satu peristiwa yang ada di dalamnya dan pasti nantinya bangunan itu akan didirikan lagi dengan bangunan yang sama,” tutur Sudarman. (Hbr)

Wartawan: Habib Jatmika Imam, Akbar NST.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *