Ada Apa Dengan Putusan MK?, Begini Tanggapan Pakar Hukum

Padang (DKTV)

Semakin memanas polemik pemilu 2024 mendatang, dengan adanya keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) tentang kriteria umur calon Presiden dan Wakil Presiden boleh dibawah umur 40 tahun selama berpengalaman menjadi Kepala Daerah.

Keputusan MK diklaim menimbulkan contoversial ditengah masyakarat Indonesia. Sebab, keputusan dirubah yang sebelumnya menjadi Presiden dan Wakil Presiden usia paling rendah adalah 40 tahun.

Hasil keputusan MK menuai beragam tanggapan dari pakar-pakar politik aktivis mahasiswa serta masyarakat terhadap keputusan tersebut.

Memperjelas hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Dr. Ridha Mulyani, SH. MH menyampaikan, bahwasanya keputusan MK itu sudah final dan mereka punya hak untuk  menguji UU, jadi harus bisa menghormati apa yang dikeluarkan MK.

Lanjutnya, keputusan MK dinilai menimbulkan pro kontra. Sebab, undang undang dasar disebutkan setiap orang boleh berpendapat dihadapan publik baik secara lisan maupun tulisan

 “Menurut pandangan saya  terhadap orang yang pro kontra itu sah sah saja, karna undang undang dasar mengatakan seseorang boleh berbicara di depan umum secara lisan maupun tulisan dan kita harus menghormati juga” ungkap Wakil Dekan (WD) lll Fakultas Syari’ah.

Timbulnya kontroversi di tengah masyarakat. Dikarenakan yang mencalon adalah putra sulung Presiden. Tentu hal ini akan lebih kontroversial dibanding, jika ada anak petani yang mencalon.

Ia juga menyebutkan, dalam sejarahnya Indonesia belum mempunyai wakil Presiden dibawah 50 tahun. Problem ini bermula dari  usulan dari salah seorang mahasiswa Surakarta tentang penetapan kriteria umur.

Lanjutnya, dilihat dalam UU, tidak ada disebutkan berapa usia seorang untuk menjadi wakil Presiden atau menjadi calon wakil Presiden belum ada ketentuan dalam UU. Melihat seeorang mahasiswa sebagai corong saat ini untuk ajang perubahan yang tentunya berfikir secara kritis dan tidak  terbawa arus, 

“Semestinya seorang mahasiswa itu harus memberikan nuansa yang menyejukkan,” tutupnya.

Sementara itu, ketua umum Himpunan mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara (HTN)  Azizul Hakim Idnel mengatakan, bahwa  polemik yang sedang hangat ini memang itu bisa dikatakan sebagai dinasti politik. Karena itu membatasi kaum melenial ini untuk berkiprah. Sebagai kaum milineal dan Agen Off Cange memang harus melalui tahapan untuk menjadi Kepala Daerah dulu. 

“Batas usia 40 tahun memang itu sudah di atur dan untuk pengalaman mengatur daerah  itu memang ada nilai positifnya,  jika dia sudah pernah mengatur daerah lalu meningkatkan ke jenjang kepresidenan itu memang memberikan inpek yang baik,” ungkapnya mahasiswa HTN ini.

Lanjutnya, sebagai Negara Demokrasi tidak boleh membatasi hak seseorang, keputusan MK dinilai masih kurang tepat. Terkait adanya isu hakim MK yang berpihak itu bisa jadi, karena permasalahan politik itu memang sangat krusial. Tapi tetap putusan hakim itu adalah berdasarkan UUD karena sebelum mengambil keputusan tersebut pasti ada pertimbangan pertimbangan.

“Mengapa Hakim mengatakan seperti itu dan jika itu termasuk ke dalam keberpihakan, bisa jadi karena mungkin Hakim itu ada kepentingan di dalamnya itu pandangan saya,” tuturnya.

Azizul Hakim Idnel juga menyampaikan, kurang setujunya dengan keputusan MK dan memberikan opsi untuk peninjauan kembali mengenai keputusan tersebut.

Menanggapi hal yang sama seorang mahasiswa HTN Aulia Eka Putra juga menyampaikan pendapatnya terhadap keputusan MK yang sedang menjadi bahasan yang kontroversial saat ini.

Ia mengatakan, bahwa adanya pro dan kontra tentu tergantung pendapat. Karena memaknai pasal itu butuh penafsiran yang hati hati. Ketentuan 40 tahun untuk menjadi calon wakil Presiden tentu harus  dimaknai dengan  pasal-pasal.

Lanjutnya, beberapa waktu yang lalu ada polemik pendapat hakim, hingga ada pernyataan yang menyebutkan  Mahkamah Keluarga dan sebagainya, namun selepas dari pernyataan itu mengenai pendapat hakim itu sah-sah saja.

“Sah-sah saja jika seorang Wakil Kepala Negara itu berumur di bawah 40 tahun asal dia pernah menjabat atau menduduki jabatan sebagai Wakil  Daerah karena dalam UUD tahun 45 itu tidak ada mengatur demikian yang ada ketentuan nya adalah warga Negara asli,” ujar dosen fakultas syari’ah tersebut.

Terjadi problem disebabkan karena beranggapan untuk menjadi calon Wakil Presiden itu bersiap untuk menjadi calon Presiden. Kalau seandainya Presiden mangkat berhenti atau diberhentikan, tentu wakil presiden yang akan menggantikan menjadi Presiden.

“Ditambah dengan adanya isu yang beredar tentang dinasti Jokowi, karena banyak pejabat Negara adalah keluarga Jokowi sebagai keluarga dari Presiden yang membuat heboh di masyarakat,” tutupnya.

Wartawan: Irvan Mufadhdhal Zulis dan Andika Putra

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *