GEN Z, Kesenangan Menimbulkan Keresahan

Society 5.0 menawarkan banyak kemudahan bagi siapa saja dalam menggali maupun berbagi informasi, melalui ruang digital yang menjadikan para penggunanya merasa “gampang” untuk mengakses berbagai hal. Tawaran ini diterima baik oleh kalangan remaja seluruh dunia terkhusus di Indonesia. Ketersediaan platform media sosial menjadikan para remaja rela menghabiskan banyak waktunya untuk berselancar di dunia maya dibandingkan dunia nyata. Salah satu platform yang menjadi kebanggaan para remaja adalah TikTok. Katadata menunjukkan Indonesia berhasil menyabet peringkat kedua dalam kategori pengguna TikTok terbanyak di dunia mencapai angka 109,9 juta jiwa per tahun 2023. Hasil riset tersebut juga mengakatan sebesar 28% aplikasi ini digunakan oleh remaja dengan rentang usia 10-19 tahun, dan sebanyak 35% untuk usia 20-29 tahun. Masyarakat Indonesia termasuk para remaja mampu menghabiskan 2-5 jam untuk scrolling TikTok, hal ini berdasarkan suvei yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan Katadata Insight Center (KIC).


Temuan data ini menunjukkan kecenderungan para remaja dalam bermain TikTok. Segala keuntungan yang ditampilkan seperti fitur berbelanja yang menawarkan berbagai promo dan diskon, tayangan video singkat, kecepatan berbagi informasi, pengiriman pesan singkat, pemberian reward berupa koin yang nantinya dapat diuangkan serta banyak lainnya. Hal ini menjadikan para remaja haus akan segala informasi yang acap kali menghadirkan kekhawatiran jika tidak membuka TikTok. Keresahan yang dialami remaja disebabkan oleh rasa takut akan ketinggalan informasi. Pada dasarnya, informasi yang ditayangkan oleh TikTok merupakan hasil dari setiap kebiasaan penggunanya dalam mencari informasi tertentu. Misalnya, remaja A dalam TikToknya sering melihat dan mencari informasi mengenai Idol Kpop kesukaannya, maka beranda TikTok akan menyesuaikan isi dengan informasi seputar Kpop. Begitu pula dengan remaja B yang sering membagikan atau mencari persoalan mengenai e-sport, maka tayangan yang ditampilkan hanya seputar hal itu saja. Ini menunjukkan TikTok menghadiahi setiap penggunanya akan hal yang ia senangi, sehingga setiap informasi ditelusuri selanjutnya akan membawa pengguna untuk selalu menikmati kesenangannnya. Ditambah lagi dengan konten-konten viral yang seakan-akan membuat para pengguna TikTok harus mengikutinya.


Lalu apa yang menarik dari tulisan ini?
Sejatinya, tulisan ini bertujuan sebagai pengingat bagi diri sendiri maupun remaja lainnya yang sudah terbiasa untuk selalu membuka TikTok dan platform media sosial lain, karena setiap tayangan di TikTok hanya berorientasi pada kesenangan individu yang membuat para remaja cenderung hanya fokus pada hal yang ia sukai saja. Dapat dibayangkan, dengan menghabiskan waktu bersama TikTok membuat para remaja tidak gaul, mengapa? Karena hal yang mereka anggap keren hanyalah apa yang mereka lihat, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila para remaja berkumpul dalam satu tempat, dan saling bertukar pendapat mengenai kegemarannya maka antara satu dan lainnya merasa paling mengikuti trend sedangkan hal yang tidak masuk pada orientasi kegemarannya bukanlah suatu hal yang gaul. Kecenderungan seperti ini menjadikan pada remaja akan selalu berpacu untuk siapa yang lebih dulu mengikuti perkembangan zaman padahal pada dasarnya ia hanya berputar-putar pada lingkaran yang sudah ia buat sendiri.


Kecenderungan atau bisa dikatakan kecanduan Tiktok juga mampu menurunkan tingkat kefokusan khususnya bagi para pelajar. Hasil riset Kemkominfo dan Unicef Indonesia tahun 2014 menyatakan, internet dan sosial media telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari anak-anak dan remaja Indonesia. Hal ini mengindikasikan pada proses belajarpun, para pelajar tidak sepenuhnya fokus pada materi yang disampaikan, bahkan banyak dari pelajar yang menyempatkan waktu saat pembelajaran untuk tetap mengakses media sosial yang bukan menjadi sarana pembantu proses pembelajaran. Dapat dikatakan, perilaku ini didasari dari kebiasaan para remaja yang disuguhkan tayangan yang langsung memberikan kesimpulan ataupun inti dari sebuah pembahasan, sehingga dalam proses pembelajaran yang cukup lama siswa cenderung ingin lebih cepat menyelesaikannya dan cenderung hanya ingin mengetahui kesimpulan akan sesuatu sehingga tidak dapat fokus dalam pembelajaran. Hal serupa juga dapat ditemui secara langsung, yakni melihat dari kebiasaan seseorang saat menonton film, walaupun yang ditampilakan juga tayangan namun karena berdurasi lama, seseorang cenderung akan melompati bagian-bagian yang mereka anggap tidak seru atau penting, sehingga ini menunjukkan seseorang tidak mampu fokus dalam waktu yang lama. Selain itu, kebiasaan ini juga menunjukkan malasnya seseorang dalam berpikir karena ia hanya terbiasa memenuhi hasrat puas pada hormon dopamin saja, maka apabila dopamin itu telah terpenuhi ia akan mencari hal lain yang akan menghasilkan kepuasan yang sama dengan durasi yang singkat, begitu seterusnya. Untuk itu, dikhawatirkan benar apabila kesenangan ini hanya menimbulkan keresahan, sehingga perlu adanya kesadaran dari diri sendiri, sebab rasanya motivasi dari banyak pihak hanya akan memenuhi kepala tanpa ingin diimplementasikan, dan lagi kepuasan pada diri tidak akan pernah habis dan selalu meminta lebih, maka perlu rasanya untuk menikmati setiap jalannya sesuatu meskipun itu hanya sebuah tayangan. Makna yang berat untuk hanya sekadar membahas TikTok.

Nesha Chania (alumni SLC 2023 UIN Imam Bonjol Padang)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *