Kejahatan Akademik,Dongkrak Nilai Demi Sekolah Favorit

PADANG (DKTV)

Mendongkrak nilai siswa demi masuk sekolah tertentu, sudah termasuk kejahatan hukum dan mencederai kejujuran ilmiah. Ini tak boleh terjadi lagi. Sistem zonasi pada dasarnya begitu baik tetapi dilaksanakan dengan tidak baik.

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar) Hidayat menyatakan, terus berjuang agar penerimaan peserta didik siswa baru secara transparan, berkeadilan dan bisa di pertanggung jawabkan jauh dari upaya-upaya yang mencederai azaz keadilan dan azaz transparansi.

“Prinsip saya kejadian mendongkak nila itu tidak bisa ditoleransi kalau kita ingin sayang kepada bangsa ini agar bediri tegak sama dengan bangsa bangsa yang maju kedepannya tidak ada jalan lain selain investasi di sektor pendidikan,” ujar anggota Fraksi Gerindra ini di dalam diskusi Ikatan Alumni (Iluni) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, Sabtu (2/7) malam.

Hidayat punya harapan agar lembaga pendidikan bersih dari praktik kecurangan. Sistem zonasi memang baru, akan terus didorong untuk lebih baik dengan menutup seluruh celah kelemahan.

Sementara itu, Dosen Kependidikan dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Imam Bonjol Padang Dr. Muhammad Kosim, menyatakan, zonasi adalah kebijakan dari pusat, tentu Pemerintah daerah harus mengikutinya.

“Zonasi ini punya plus dan minusnya orangtua yang tinggal dekat sekolah yang bagus maka akan senang tetapi juga sebaliknya kalo orangtuanya tinggal ditempat yang jauh dari sekolah maka terpaksa memasukkan anaknya di sekolah terdekat walaupun sekolah itu tidak bagus,” ujar Wakil Dekan I FTIK UIN Imam Bonjol Padang ini.

Lanjutnya, untuk persoalan zonasi ini jangan mempeributkan zonasi tapi yang harus ributkan adalah standarisasi pendidikan. Karena apabila semuanya sudah standar tidak ada yang ributkan tapi selagi itu tidak standar akan adanya kesenjangan pasti terjadi keributan.

“Ada delapan standar pendidikan yang seharusnya delapan standar itu dipenuhi dahulu baru gunakan zonasi idealnya. Dipenjualan seragam sekolah juga terjadi permainan apa kaitannya dengan menjual pakaian seragam dengan pendidikan. Yang seharusnya bisa diawal pertengahan semester atau disemester dua untuk diwajibkan membeli seragam dengan total lima seragam, karena kemampuan orangtua juga berbeda-beda.”

Jika saja delapan standar itu terlaksana disekolah kita pun akan dengan senang hati memasukkan kesekolah dan jangan diam saja tidak harus dikritisi harus bersama-sama mengawal.

Diskusi rutin Iluni akan membahas isu aktual sebagai bagian dari tanggung jawab sosial kemasyarakatan. Menurut Ketua Harian Iluni, M. Rifki, acara ini akan digelar rutin karena Iluni UIN memiliki berbagai kompetensi dan aktif di bidang sosial kemasyarakatan. “Ini akan menghimpun pemikiran yang tenggelam dan terbiarkan. Iluni patut membuat saluran aspirasi,” ujar M. Rifki.

Hadir dalam acara tersebut memberi komentar, Sekjen Iluni, Dr. Abdullah Khusairi, MA yang sehari-hari Wakil Dekan III FDIK UIN Imam Bonjol Padang, Bendahara Umum Nasrul dan Kepala Biro Kebijakan Publik Iluni UIN, Adel Wahidi, yang juga sehari-hari sebagai tenaga ahli Ombudsman RI Perwakilan Sumbar. [Habib Jatmika Imam]

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *